Pihak PTPN V Kriminalisasi 2 Petani Kampar Riau, Setara Institute Minta Erick Thohir Turun Tangan
- Reporter: Redaksi
- 09 September 2021, 21:39:49 WIB
- Rohul
Jakarta - Perjuangan 997 petani, yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) untuk mempertahankan hak-haknya atas 2.050 hektare mengalami intimidasi dan kriminalisasi. Akhirnya 2 Petani di tetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penggelapan yang tak berdasar.
"Upaya perampasan oleh PTPN V berbuah praktek kriminalisasi. Mereka (red-PTPN V) merekayasa dengan melaporkan 2 Petani ke Polres Kampar, Riau. Dimana kedua petani dituduh melakukan penggelapan penjualan hasil panen kebun Sawit milik petani sendiri," kata Hendardi Ketua Setara Instute dalam siaran persnya, Kamis (09/09/2021).
Menurut mantan pengacara HAM dan Demokrasi ini, atas laporan itu Polres Kampar menetapkan 2 orang tersangka atas nama KIKI ISLAMI PARSHA (pada 2/9/2021) dan SAMSUL BAHRI (pada 7/9/2021). Dimana berdasarkan laporan rekayasa PTPN bernomor LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU, tanggal 1 September 2021.
"Hebatnya, kurang dari 24 jam, laporan tersebut telah dinaikkan ke penyidikan dengan Nomor: Sp.Sidik/83/IX/2021/Reskrim, tanggal 2 September 2021. Kecepatan Polres Kampar dalam memproses laporan PTPN dan koordinasi kilat dengan Kejaksaan Negeri Kampar, bukan menunjukkan kerja yang presisi. Tetapi justru mempertontonkan dugaan rekayasa kasus untuk membungkam perjuangan petani," jelasnya panjang lebar.
Kata Hendardi, pembungkaman ini merupakan bagian sistematis dari serangan PTPN V untuk melumpuhkan petani dan Koperasi. Sehingga menurutnya, bisa menutup berbagai dugaan penyimpangan di tubuh PTPN V dan membuka jalan lapang bagi PTPN V untuk menguasai 2.050 lahan kebun milik 997 petani.
"Kriminalisasi ini melengkapi 6 ancaman (1) tuduhan penggelapan penjualan hasil kebun yang sebenarnya milik petani (2) menyandera dana lebih dari 3 milyar milik petani atas penjualan buah kepada PTPN V, (3) mengadudomba petani dengan membentuk kepengurusan koperasi abal-abal, (4) upaya-upaya pengambilalihan kantor dan properti koperasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan, (5) melumpuhkan pengurus Kopsa M periode 2016-2021 yang sah dan legitimate dengan intervensi yang melawan hukum dan menggunakan tangan-tangan alat negara, termasuk (6) menggunakan alat negara memaksa pengesahan pengurus koperasi tandingan yang dibentuk oleh PTPN V," urainya.
Untuk itu Hendardi telah membentuk Tim Advokasi Keadilan Agraria-SETARA Institute mendesak dan menuntut:
1. Menteri BUMN, Erick Thohir, memerintahkan Direktur Utama PTPN V menghentikan tindakan kriminalisasi dan pembungkaman petani-petani yang sedang memperjuangkan hak-haknya, termasuk mendorong PTPN V menyelsaikan seluruh persoalan yang berhubungan dengan 997 petani.
2. Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menghentikan upaya kriminalisasi petani yang sarat rekayasa dan tidak berdasar. Karena persoalan PTPN V dengan Kopsa M adalah hubungan keperdataan antara Anak Angkat (Kopsa M) yang tidak dikehendaki karena kritis memperjuangkan hak dengan Bapak Angkat (PTPN V) yang tidak bertanggung jawab dalam tata kelola kemitraan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA).
3. Kejaksaan Agung, ST. Burhanuddin, memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Kampar menghentikan upaya kriminalisasi dan menghindari penggunaan-penggunaan kewenangan secara sewenang-wenang menekan petani termasuk indikasi mencampuri urusan kepengurusan Koperasi.
4. Kompolnas RI dan Komisi Kejaksaan RI, melakukan monitoring seksama atas upaya-upaya kriminalisasi terhadap petani dan potensi kesewenang-wenangan aparat kepolisian dan kejaksaan.
5. Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada petani dan memfasilitasi penyelesaian persoalan antara 997 petani dengan PTPN V.
"Kami sudah menyiapkan kuasa hukum dan pengacara untuk menyikapi kriminalisasi kepada petani di Kampar Riau. Dimana dipimpin Disna Riantina, Koordinator Tim Advokasi Keadilan Agraria dan Nabhan Aiqani, Peneliti Bisnis danĀ HAM sebagai pendamping dari SETARA Institute," pungkas Hendardi. **