RDP DPRD Kampar, Zulfan Azmi Sebut PTPN V Langgar Aturan

BANGKINANG- Komisi I DPRD Kabupaten Kampar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk penyelesaian sengketa tanah itu yang dipimpin oleh Ketua Komisi I Zulpan Azmi didampingi anggota Juswari Umar Said dan Iib Nur Saleh dihadiri anak kemenakan Persukuan Piliang Ganting Bangkinang Datuk Panda Martunus dan dihadiri pihak BPN, Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kampar Marhalim, Kabag Hukum Khairuman di ruang komisi I, Senin (4/3/2014).

Dalam rapat itu Zulpan Azmi mempertanyakan kepada pihak perusahaan tentang perjanjian atau kesepakatan yang terjadi antar PTPN V dengan Ninik Mamak pada . Mengapa terjadi banyak kesepakatan dalam persoalan ini dan tidak direalisasikanya hasil kesepakatan yang berisi penyerahan lahan seluas 700 hektar tersebut?.

Dia menyebutkan bahwa sudah dua kali dilakukan mediasi pada 25 September 2004 yang difasilitasi oleh Kodim Kampar dengan kesepakatan anak kemenakan Datuk Pandak mendapatkan bagian 700 hektar dan pada 26 Maret 2009 dengan menyetujui kesepakatan sebelumnya.

"Akan tetapi mengapa itu tidak direalisasikan sampai saat ini dan mengapa banyak buat perjanjian seperti itu," herannya.

Selain itu pihak perusahaan menyerobot dan menguasai kawasan itu belum memiliki izin HGU juga tidak memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) hanya berdasarkan kesepakatan dengan ninik mamak Desa Kabun, namun mereka menanami kawasan itu saat pihak Yayasan Riau Madani melakukan gugatan terhadap PSPI.

Tanah ulayat yang dipersengketakan itu termasuk ke wilayah Kabupaten Kampar dan batas wilayah dulu namanya Desa Kabun. Penyerobotan dilakukan dengan dalih lahan itu adalah wilayah Kabupaten Rokan Hulu padahal menurut anak kemenakan Persukuan Piliang bahwa kawasan itu terletak di wilayah Kabupaten Kampar dan masih jauh dari batas kabupaten.

“Tindakan yang dilakukan oleh PTPN V ini sudah melanggar aturan, saya akan laporkan persoalan ini ke kementerian BUMN, bahwa PTPN V telah semena-mena kepada masyarakat di Kabupaten Kampar. Aneh perusahaan plat merah malah tidak mematuhi aturan. Lahan yang tidak memiliki izin HGU malah ditanami dan bahkan diakui telah membayar pajak,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan itu, Bagian Legal PTPN V Wahyu Awaludin mengakui tidak dapat menguraikan dengan terang benderang persoalan itu tersebab tidak dimilikinya dokumen kesepakatan dengan ninik mamak tersebut saat dimintai Komisi I. Ia mengakui bahwa mereka tidak mengantongi izin HGU atas lahan itu, namun mereka mengakui membayar pajak. Hal ini membuat pihak PTPN V tersudut dan tidak bisa mengelak dari cercaan pertanyaan anggota Komisi I DPRD Kabupaten Kampar.

Sementara itu anak kemenakan suku piliang yang diwakili oleh Martunus menjelaskan tentang permasalahan itu. Mereka sangat berharap agar komisi I dapat menyelesaikan penyerobotan dan mengembalikan hak tanah ulayat itu kepada anak kemenakan suku piliang. Menurutnya pihak PTPN V telah menzalimi masyarakat dan bentuk penjajahan baru dizaman sekarang yang berlindung dibalik negara.

“Kita tahu bahwa negara mengakui dan melidungi masyarakat adat bahkan dunia pun melindungi dan mangakui hak-hak dari masyarakat adat, tetapi apa yang kami rasakan saat ini jauh dari kemerdekaan sebagai masyarakat adat dan juga warga negara,” ujarnya.

Permasalahan ini sudah berlarut-larut dan telah melibatkan banyak orang termasuk oknum TNI bahkan sudah pernah dilakukan demo berkali-kali, penyanderaan alat berat oleh PTPN V dan telah melalui jalur hukum, namun pihak PTPN V tidak menggubris dan tidak melakukan eksekusi. Oleh karena itu ia sangat berharap melalui RDP ini, komisi I dapat menuntaskan permasalahan ini dengan sebaik-baiknya dan hak anak kemenakan dapat dikembalikan.

Dalam persoalan ini, Persukuan Piliang yang di kepalai oleh Datuk Pandak memiliki lahan yang ditanami kelapa sawit seluas 10 ribu hektar sejak 1985 berdasarkan izin dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Riau Nomor 525/PPD/2406 pada 31 Juli 1985 dan juga izin studi kelayakan dari Bupati Kampar Nomor 88/525/EK/1986 pada 24 Juni 1986 yang ditujukan kepada Direktur PT. NV. Handel Maatschappy Sativa, tapi belum terealisasi karena terkendala izin dari pemerintah pusat.

Pada 1997 pengelolaan tanah ulayat tersebut dilanjutkan kembali dan kami telah menanami sawit seluas 500 Ha serta jalan sepanjang 11 KM dan fasilitas fasilitas lainnya. Kemudian pada 2003 datanglah PTPN V dengan didukung oleh oknum-oknum dari Desa Kabun (KUD Bumi Asih) dan oknum dari TNI, menyerobot dan menanami ulayat tersebut dengan dalih lahan itu adalah wilayah Kabupaten Rokan Hulu padahal lahan tersebut terletak di wilayah Kabupaten Kampar dan masih jauh dari batas kabupaten. Adv

Editor : Herdi Pasai

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai*